Surabaya, Kharismaonline.co.id – Kasus penyimpangan seksual terhadap lebih dari seratus pria yang
dilakukan Reynhard Sinaga cukup menggemparkan publik beberapa hari belakangan ini.
Pasalnya, kasus itu merupakan pemerkosaan terbesar yang pernah tercatat di Inggris.
Menanggapi hal itu, Margaretha, S.Psi., G.Dip.Psych., M.Sc., selaku dosen Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga angkat bicara. Margaretha menjelaskan bahwa pemuda 36 tahun itu
mengalami penyimpangan perilaku yang sangat mungkin didasari oleh kepribadian.
“Dalam ilmu psikologi, hal ini kita sebut sebagai anti-sosial. Di mana seseorang melanggar
peraturan atau menyakiti orang lain untuk keuntungan pribadinya tanpa merasa bersalah,”
ujarnya.
Margaretha menyebut, umumnya ketika bertindak kejahatan atau yang merugikan orang
lain, seseorang akan merasa bersalah sehingga tidak mengulanginya. Sementara, pada
Reynhard, tindakan tersebut dilakukannya hingga berulang kali.
Selain anti-sosial, lanjut Margaretha, kasus tersebut merupakan penyimpangan seksual.
Perilaku seksual yang dilakukan ketika salah satu tidak menyetujui adalah suatu bentuk
pemerkosaan.
Dalam panduan perilaku di masyarakat maupun panduan kesehatan, perilaku seksual harus
dilakukan sesuai persetujuan. Artinya, jelas Retha, perilaku seks itu tidak boleh dilakukan
apabila keduanya tidak saling menginginkan.
“Inilah yang terjadi kepada Reynhard, dia melakukan pemerkosaan dalam hal ini
memaksakan seks kepada orang yang tidak bisa memberikan persetujuan,” tuturnya.
Pada kasus Reynhard, langkah rehabilitasi yang diperlukan adalah mengubah definisi dia
tentang seks yang sudah menyimpang. Karena itu, Retha menuturkan bahwa sangat
diperlukan edukasi seks sehat dari sumber yang tepat.
“Maka untuk masyarakat luas, jangan sampai anak-anak belajar dari pornografi karena di
sana yang kebanyakan ditampilkan bukan seks sehat. Apabila pola pikirnya salah, maka
perilakunya juga berisiko akan menyimpang,” tandasnya.
Dari riset yang dilakukan Fakultas Psikologi UNAIR pada narapidana kejahatan seksual di
lima Lapas di Jatim, Retha menyimpulkan bahwa sudah selayaknya pelaku kejahatan seksual
berulang bahkan lebih dari dua kasus saja harus diberikan hukuman maksimal. Terlebih
pelaku yang berada pada usia produktif yang beresiko lebih tinggi untuk melakukan
pengulangan.
“Jika pelaku kejahatan seksual masih memiliki ide yang salah tentang seks dan belum punya
kelola diri secara seksual, seharusnya tidak bisa kita biarkan dia berkeliaran. Karena yang
kemungkinan terjadi adalah muncul korban-korban baru,” pungkas Retha. (HUMAS UNAIR)
Pakar Psikologi UNAIR Sebut Reynhard Menunjukkan Karakter Kepribadian Anti Sosial
Leave a comment